Mitos-Mitos yang Salah Seputar Ban Mobil

Banyak orang belum mengerti seluk-beluk memperlakukan ban, tapi banyak juga yang sok tahu. Maka dari itu beredarlah segudang mitos tentang ban. Celakanya, bila mitos yang salah dipercaya publik, ini akan membuat ribuan nyawa terancam.

Jangan sampai salah kaprah menimpa kita. Berikut kami kumpulkan sejumlah mitos mengenai ‘si karet bundar’ ini, dan mencari jawaban yang benar dari pakar maupun sumber terpercaya lainnya.  


Ban baru harus ditempatkan di depan ketimbang di belakang
Tidak benar. Atas dasar asumsi roda depan berfungsi sebagai pengatur arah kendaraan dan beberapa kendaraan digunakan sebagai penggerak, membuat roda depan perlu mendapat ban terbaik. Tak heran bila banyak mekanik menyarankan untuk menempatkan ban baru di poros depan, ketimbang di belakang.

Traksi optimal di bagian depan lantaran menggunakan ban baru membuat mobil cenderung mudah mengalaami gejala oversteer  atau sering disebut ngepot.  Hal ini disebabkan ban belakang memiliki daya cengkeram yang lebih buruk ketimbang roda depan.

Nah, bila kondisinya dibalik, tentu Anda akan berpikir bahwa gejala understeer  akan mudah terjadi. Namun gejala ini akan sulit terjadi lantaran pengemudi dapat langsung mendeteksi sejak awal. Dan antisipasi gejala understeer lebih mudah dilakukan ketimbang oversteer.  Atas dasar itulah, kedua ban baru perlu ditaruh di bagian belakang ketimbang roda depan.
 
Tekanan angin ban perlu dikurangi saat hujan
Berasumsi akan memperoleh daya cengkeram optimal, tak sedikit orang berpikir untuk mengurangi tekanan angin ban dari kondisi ideal saat hujan. Padahal, tindakan ini justru membuat telapak ban menjadi tidak menapak sempurna ke permukaan jalan.

Dengan bagian tengah yang melengkung akibat berkurangnya tekanan, membuat ban kesulitan untuk membuang air ke samping. Akibatnya gejala aquaplaning  pun menjadi mudah terjadi ketika mobil menerjang genangan air. Apalagi hujan membuat suhu ban menjadi dingin. Kondisi ini membuat tekanan angin bisa turun hingga 1 psi.

Idealnya, tentu tekanan angin ban perlu dijaga agar tetap berada dalam batas rekomendasi pabrik. Dengan begitu daya cengkeramnya akan tetap optimal di beragam kondisi cuaca dan jalan.
 
Ban bisa meledak tiba-tiba setiap saat
Tidak benar. Apalagi dalam kondisi normal. Dengan teknologi tanpa ban dalam alias tubeless,  ban tidak bisa meledak. Jika sampai meledak, berarti ada kerusakan terlebih dahulu. Misalnya ban telah memiliki tambalan sehingga kawat baja di dalam ban menjadi rusak atau kerikil yang menyelinap di antara pattern  ban dalam jangka waktu yang lama.
 
Kemampuan ban saat hujan tergantung model alurnya
Tidak sepenuhnya benar. Saat ban menggelinding, memang alur air yang akan berpengaruh pada efektivitas ban membuang air ke samping. “Tapi di saat pengereman mendadak sampai ban mengunci, alur tidak memiliki pengaruh. Di sini justru kompon ban yang ambil peranan,” ucap Zulpata Zainal, pakar dari Bridgestone Tyre Indonesia. Maka dari itu, sebaik apapun alurnya, bila komponnya keras ban dapat membahayakan di jalan licin.
 
Makin keras tekanan ban makin mudah pecah
Salah. Konstruksi ban dibuat sedemikian rupa sehingga tahan hingga tekanan 40 psi. Justru sebaliknya, tekanan terlalu rendah yang dapat membuat ban menjadi lebih rentan pecah, karena keadaan itu membuat kerja dinding ban semakin fleksibel dan memungkinkan kawat pada sidewall  putus dan menyebabkan ban pecah. 

Makin lebar alur airnya, berarti cengkeraman ban makin baik
Tidak benar. Semakin lebar alur airnya berarti semakin sedikit karet yang menempel ke jalan. Ini akan sangat merugikan di saat kondisi jalan kering. Dan sebagian besar waktu kita berjalan dengan mobil adalah saat kering.
 
Makin mahal ban makin bagus performanya
Di banyak kasus, ya. Ban mahal di ukuran dan kelas yang sama, bukannya tanpa alasan. Ini adalah kompensasi dari riset mahal yang dilakukan oleh produsennya. Berdasarkan tes ban yang dilakukan beberapa lembaga independen di Amerika, ban berharga mahal cenderung memberi cengkeraman baik, memiliki kebisingan lebih rendah, daya tahan lebih lama, serta hambatan gelinding lebih rendah.
 
Makin tipis ban makin mudah rusak
Belum tentu. Bila dalam pemakaian normal di jalan halus, ban profil tipis justru bisa lebih panjang umur pakainya. Ini karena cengkeraman yang tinggi sehingga tapak ban jarang bergeser terhadap aspal. Tapi memang, bila sering menghantam jalan rusak, profil ban tipis akan mempercepat rusaknya ban, atau bahkan pelek.
 
Spooring mempengaruhi keausan ban
Ya. Bahkan ini adalah salah satu faktor terberat yang mempengaruhi keausan ban. Spooring  yang tidak benar akan membuat ban habis secara cepat dan tidak merata. Untuk itu sangat dianjurkan Anda melakukan spooring  setiap 10.000 km atau ketika ada gejala lain yang dirasakan seperti setir membuang ke satu arah dan ban berdecit ketika membelok patah.