Jatuhnya korban jiwa saat terjadi kebakaran pada kendaraan seperti pada mobil dan bus penumpang membuat sebagian masyarakat merasa prihatin. Inilah yang menginspirasi Tim dosen Jurusan
Teknik Manufaktur Universitas Surabaya (Ubaya) untuk menemukan
sistem pemadam kebakaran dalam kendaraan secara otomatis. Tak terbatas
pada mobil dan bus, tapi juga buat kereta api maupun kapal.
"Sistem pemadam kebakaran otomatis itu terdiri dari alat kontrol panas,
alat kontrol asap, alat semprot (nozzle) dan tangki gas likuid, serta
remote manual dan sistem," kata ketua tim dosen penemu, Yuwono Budi
Pratiknyo ST. MT. .
Dalam simulasi solusi sistem pemadam kebakaran yang disaksikan dosen dan mahasiswa Ubaya itu, ia menjelaskan alat kontrol panas dan asap itu dalam tingkat panas dan asap tertentu akan mengeluarkan alarm.
"Mendengar alarm itu, sopir dan penumpang kendaraan bisa bertindak untuk menjalankan nozzle (alat semprot) yang sudah dipasang pada fire zona seperti mesin, bagasi, tempat duduk penumpang, dan sebagainya," paparnya.
Nozzle bisa dijalankan dengan dua langkah yakni manual dan sistem. "Cara manual dapat dilakukan dengan menombol remote sesuai fire zona yang terbakar untuk menggerakkan nozzle ke arah zona kebakaran itu," tuturnya.
Namun, lanjutnya, bila sopir dan penumpang panik atau pingsan, maka sistem pemadam kebakaran akan bekerja secara sistem atau secara otomatis untuk menggerakkan "nozzle" ke seluruh zona kebakaran, tanpa dipilih.
"Gas likuid yang disemprotkan nozzle itu akan langsung memadamkan api kebakaran dalam hitungan detik atau menit dan dalam radius 2,5 meter persegi. Gas likuid itu tidak mengikat oksigen, sehingga saat disemprotkan tidak akan membahayakan penumpang. Gas likuid itu memang gas khusus untuk memadamkan api," paparnya.
Menurut dia, sistem pemadam kebakaran dalam kendaraan yang sudah dipatenkan itu akan disimulasikan di hadapan Direktur Keselamatan Transportasi Darat Ir Hotma Simanjuntak dan Randall Hart selaku penemu bahan-bahan kebakaran serta sejumlah pengusaha otobus di Jatim pada Rabu (12/9).
"Harga sistem itu minimal Rp3 juta hingga Rp7 juta sesuai dengan jumlah nozzle yang dipasang dalam kendaraan. Kalau mobil pribadi mungkin butuh 1-2 nozzle, tapi kalau bus atau kereta api tergantung dengan panjangnya kendaraan, asalkan dalam radius 2,5 meter persegi untuk satu nozzle," ujarnya.
Ia menambahkan sistem pemadam kebakaran dalam kendaraan itu juga bisa dilakukan secara nonmodular atau dipasang bersamaan proses pembuatan bus itu. "Kalau modular ya dipasang saat kendaraan sudah ada. Yang jelas, ide yang mendasari penemuan sistem itu memang berawal dari seringnya kendaraan yang terbakar habis akibat kecelakaan atau tiba-tiba terbakar dengan sendirinya," katanya.
Dalam simulasi solusi sistem pemadam kebakaran yang disaksikan dosen dan mahasiswa Ubaya itu, ia menjelaskan alat kontrol panas dan asap itu dalam tingkat panas dan asap tertentu akan mengeluarkan alarm.
"Mendengar alarm itu, sopir dan penumpang kendaraan bisa bertindak untuk menjalankan nozzle (alat semprot) yang sudah dipasang pada fire zona seperti mesin, bagasi, tempat duduk penumpang, dan sebagainya," paparnya.
Nozzle bisa dijalankan dengan dua langkah yakni manual dan sistem. "Cara manual dapat dilakukan dengan menombol remote sesuai fire zona yang terbakar untuk menggerakkan nozzle ke arah zona kebakaran itu," tuturnya.
Namun, lanjutnya, bila sopir dan penumpang panik atau pingsan, maka sistem pemadam kebakaran akan bekerja secara sistem atau secara otomatis untuk menggerakkan "nozzle" ke seluruh zona kebakaran, tanpa dipilih.
"Gas likuid yang disemprotkan nozzle itu akan langsung memadamkan api kebakaran dalam hitungan detik atau menit dan dalam radius 2,5 meter persegi. Gas likuid itu tidak mengikat oksigen, sehingga saat disemprotkan tidak akan membahayakan penumpang. Gas likuid itu memang gas khusus untuk memadamkan api," paparnya.
Menurut dia, sistem pemadam kebakaran dalam kendaraan yang sudah dipatenkan itu akan disimulasikan di hadapan Direktur Keselamatan Transportasi Darat Ir Hotma Simanjuntak dan Randall Hart selaku penemu bahan-bahan kebakaran serta sejumlah pengusaha otobus di Jatim pada Rabu (12/9).
"Harga sistem itu minimal Rp3 juta hingga Rp7 juta sesuai dengan jumlah nozzle yang dipasang dalam kendaraan. Kalau mobil pribadi mungkin butuh 1-2 nozzle, tapi kalau bus atau kereta api tergantung dengan panjangnya kendaraan, asalkan dalam radius 2,5 meter persegi untuk satu nozzle," ujarnya.
Ia menambahkan sistem pemadam kebakaran dalam kendaraan itu juga bisa dilakukan secara nonmodular atau dipasang bersamaan proses pembuatan bus itu. "Kalau modular ya dipasang saat kendaraan sudah ada. Yang jelas, ide yang mendasari penemuan sistem itu memang berawal dari seringnya kendaraan yang terbakar habis akibat kecelakaan atau tiba-tiba terbakar dengan sendirinya," katanya.